Fredy’s

Tiada Guna Ilmu yang Kau Miliki Jika Kau Melupakan Orang yang Membutuhkan Bantuanmu dan Semakin Tiada Guna Ilmu itu Jika Kau Melupakan Sang Penciptamu.

Pendeta21

Kembali

Pendeta Menghujat Muallaf Meralat (21/22)

MISSI MUHAMMAD MEMBENARKAN BIBEL

Pendapat Drs. H. Amos (Pendeta Nehemia)

Perubahan agama bangsa Arab dengan landasan Alkitab

Muhammad telah berhasil mengubah agama bangsa Arab yang bersifat polytheisme yaitu agama yang berketuhanan banyak sampai sejumlah 360 Tuhan yang berbentuk patung-patung berhala menjadi agama yang bersifat monotheisme yaitu agama yang berketuhanan satu.

Dalam proses perubahaan agama bangsa Arab ini, Muhammad melalui isterinya Khadijah dan pamannya Waraqah bin Naufal yang adalah seorang pendeta Kristen dan menguasai bahasa Ibrani, telah berhasil memasukkan sebagian dari ayat-ayat Taurat, Zabur dan Injil ke dalam Al Qur’an. Oleh sebab itulah dapat kita lihat pernyataan dari Al Qur’an yang membenarkan berlakunya Taurat dan Injil sebagalmana yang disebut dalam Surat 2 Al Baqarah ayat 41, 89, 91 dan 97. Surat 3 Ali Imraan ayat 3, Surat 12Yuusuf ayat 111, Surat 35 Faathir ayat 31, Surat 46 Al Ahqaaf ayat 30, Surat 10 Yuunus ayat 37, Surat 4 An Nisaa ayat 47, 136. Surat 6 Al Anaam ayat 92. (hal. 67).

Untuk jelasnya kami kutipkan beberapa ayat-ayat tersebut di atas yang membenarkan berlakunya Taurat dan Injil sebagai berikut:

“Dia menurunkan Kitab (Al Qur’an) kepadamu (Muhammad) dangan sebenarnya; membenarkan kitab yang diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil” (Surat 3 Aali Imraan ayat 3).

“Dan inilah Kitab (Al Qur’an) yang telah Kami turunkan lagi berkahi membenarkan kitab-kitab sebelumnya (Taurat, Injil)” (Surat 6 Al An’aam ayat 92).

Dan sebelum Al Qur’an, telah ada kitab Musa sebagai ikutan dan rahmat. (Surat 46 Al Ahqaaf ayat 12). (hal. 68).

Tidaklah Al Qur’an ini diadakan oleh siapapun selain Allah, bahkan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya (Taurat, Injil) dan menerangkan kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam. (Surat 10 Yuunus ayat 37). (hal. 69).

Tanggapan H. Ihsan L.S. Mokoginta (Wenseslaus)

Ayat-ayat tersebut memang menceritakan tentang keberadaan kitab yang turun sebelum Al Qur’an. Dinyatakan bahwa Al Qur’an mambanarkan adanya kitab yang turun sebelumnya yaitu Taurat, Zabur dan Injil, bukan seperti tulisan Himar Amos bahwa Al Qur’an membenarkan berlakunya kitab tersebut.

Tetapi tidak benar bila dikatakan bahwa Al Qur’an membenarkan berlakunya Taurat dan Injil, apalagi untuk selamanya. Di sinilah letak kesalahan H. Amos. Dia menekankan kata ‘membenarkan berlakunya’ untuk mencari legalitas Al Qur’an guna menjunjung derajat Taurat dan Injil. Padahal Al Qur’an tidak mengatakan demikian.

Sebelum Al Qur’an diturunkan oleh Allah, Islam tidak mengingkari berlakunya Taurat dan Injil yang masih orisinil untuk Bani Israel pada zaman Nabi Musa dan Isa as. pada waktu itu. Tetapi setelah Al Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad, maka Taurat dan Injil yang sudah dirobah-robah sudah tidak berlaku lagi. Sebab Al Qur’anlah sebagai penggantinya sudah diturunkan Allah.

Salah satu bukti bahwa Taurat dan Injil yang asli –bukan seperti milik Kristen saat ini– hanya berlaku selagi Al Qur’an belum diturunkan, adalah firman Allah berikut:

“Dan sesungguhnya di antara orang-orang Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah dan apa yang di turunkan kepadamu, dan apa yang telah diturunkan kepada mereka, sedang mereka merendahkan diri kepada Allah dan mereka tidak menjual ayat-ayat Allah, dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya” (Ali Imraan: 199).

Penjelasan:

1. Yang dimaksud dengan Ahli Kitab di sini adalah Yahudi dan Nasrani (bukan Kristen).

2. Maksud apa yang di turunkan kepadamu yaitu Al Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad saw.

3. Apa yang telah diturunkan kepada mereka, maksudnya: Taurat yang diturunkan kepada Musa untuk kaum Yahudi dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa untuk kaum Nasrani, bukan kepada pengikut Paulus.

4. Tidak menjual ayat-ayat Allah, maksudnya: istiqomah di jalan Allah dengan mengikuti petunjuk yang benar dari kitab mereka saat itu.

5. Beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepadamu dan yang diturunkan kepada mereka, maksudnya, beriman kepada satu-satunya Allah yang benar, beriman kepada apa yang sedang diturunkan kepada Muhammad (Al Qur’an) dan beriman kepada kitab suci mereka (Taurat dan Injil) yang masih asli pada saat itu.

6. Mereka memperoleh pahala, maksudnya, mereka yang diperhitungkan oleh Allah Swt. karena telah mengenal satu-satunya Allah yang benar untuk disembah, mengimani kitab Taurat dan Injil yang sebenarnya, dan percaya kepada Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Dan setelah Al Qur’an genap diturunkan, mereka semua mengimani Al Qur’an sebagai pengganti kitab yang sudah dirusak oleh tangan-tangan jahil manusia. Itulah yang disebut golongan yang selamat.

Jelasiah bahwa Al Qur’an hanya membenarkan adanya kitab sebelumnya, yaitu Taurat dan Injil yang asli. Al Qur’an tidak membenarkan berlakunya Taurat dan Injil milik umat Kristen yang sudah tidak orsinil, justru Al Qur’anlah yang menjadi kitab pengganti atas kitab-kitab suci yang turun sebelumnya.

MUHAMMAD MENGAJARKAN PENYEMBAHAN SETAN DALAM UPACARA HAJI

Pendapat Drs. H. Amos (Pendeta Nehemia)

Oleh sebab itu pada waktu Umar bin Khaththab mengucapkan doa talbiyah yaitu “Aku penuhi panggilan-Mu ya, Allah” sambil berjalan menuju batu hitam Hajar Aswad, kemudian setelah sampai di hadapan batu hitam tersebut, dia harus membungkuk menyembah dan mencium batu tersebut, timbulah dalam hatinya suatu pertentangan yang tidak ingin menyembah dan mencium batu tersebut sebagai tanda selamat datang sebelum melakukan thawaf qudum.

Tetapi karena Nabi Muhammad telah memberi contoh sebelumnya bahwa batu hitam itu harus disembah dan dicium, maka Umar bin Khatthab pun taat melaksanakannya sebagaimana dicontohkan oleh Muhammad, walaupun dalam hatinya sangat menentangnya. Oleh sebab itu beliau terpaksa mencium dan menyembah batu hitam tersebut disertai dengan bersungut-sungut dan bersumpah. (hal. 71).

Sesungguhnya pada saat itu Umar bin Khaththab sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah perbuatan syirik, karena dia telah percaya kepada Allah yang benar sesuai yang disebutkan dalam Alkitab tetapi sekarang harus menyembah berhala pula.

Dia pun mengetahui bahwa Muhammad telah menurunkan Surat 4 An Nisaa ayat 117 dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa penyembahan berhala adalah sama dengan menyembah setan. Oleh sebab itu Umar bin Khaththab sadar bahwa apa yang dia lakukan yaitu menyembah dan mencium batu hitam Hajar Aswad dan mendewa-dewakannya sebenarnya dilarang, karena menimbulkan murka Allah.

Yang mereka sembah selain dari Allah tidak lain hanyalah berhala perempuan dan tiadalah yang mereka sembah kecuali setan yang durhaka. (Surat 4 An Nisaa ayat 117). (hal. 72)

Tanggapan H. Ihsan L.S. Mokoginta (Wenseslaus)

Himar Amos menuduh Nabi Muhammad telah mengajarkan dan memberi contoh untuk menyembah berhala batu hitam (Hajar Aswad). Karena itu, menurut Himar Amos, umat Islam adalah penyembah setan, sebab menyembah berhala sama artinya dengan menyembah setan. Jadi, berarti Nabi Muhammad saw. telah mengajarkan penyembahan setan kepada umat Islam, itulah tantangan iman dari Himar Amos.

Hujatan itu sangat tajam.Tapi sayang, tidak berdasarkan fakta dan ilmiah sama sekali. Hanya didasari oleh semangat anti Islam yang meledak-ledak. Emosional tidak obyektif.

Sebaliknya, secara ilmiah terbukti bahwa orang yang menghujat itulah yang pantas disebut sebagai manusia setan. Tubuhnya berujud manusia, tapi perilaku dan otaknya seperti setan yang selalu berbuat jahat, munkar dan berani melecehkan Allah. Orang seperti itu sudah dilukiskan Al Qur’an:

“Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu untuk berbuat jahat dan keji. Dan setan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui” (Qs. Al Baqarah 169).

Karena senantiasa menebarkan bibit-bibit kejahatan dan kesesatan, maka setan dan orang-orang yang berjiwa setan itu dilaknat Allah dan akan dicemplungkan ke dalam neraka jahannam.

“Setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. Mereka itu tempatnya di Neraka Jahannam. Dan mereka tidak akan mendapatkan tempat pelarian daripadanya” (Qs. An Nisaa 120-121).

Menuduh umat Islam telah menyembah setan dengan mendewa-dewakan berhala, itu adalah kekeliruan yang sangat salah. Sebab satu-satunya agama yang paling berani memproklamirkan diri sebagai musuh utama setan hanyalah Islam. Perhatikan tuangan ayat-ayat berikut:

“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Qs. Al Baqarah 168,208 dan Al An’aam 142).

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Qs. Yuusuf 5).

“Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu. Maka anggaplah setan itu sebagai musuh” (Qs. Faathir 6).

“Janganlah kamu menyembah setan, sebab setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Qs. Yaasiin 60).

“Dan janganlah sekali-sekali kamu dipalingkan oleh setan. Sebab setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Qs. Az Zukhruf 62).

Tentang tuduhan Himar Amos bahwa Nabi mengajarkan dan memberi contoh menyembah Hajar Aswad dengan menciumnya, jelasnya, itu tidak benar. Ini adalah fitnah yang sangat memojokkan dan menghina Nabi Muhammad saw. Seolah-olah beliau telah memberikan contoh untuk menyembah batu itu. Dan seolah-olah Umar bin Khatthab pun tidak setuju dengan perbuatan yang dicontohkan Nabi.

Kalau kita perhatikan, dengan sengaja Amos menekankan kata ‘menyembah’ sebagai perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Konotasi kata ‘menyembah’ tersebut sangat tidak etis, sebab Nabi Muhammad tidak pernah menyembah atau menyuruh, apalagi mewajibkan umatnya untuk menyembah pada batu hitam Hajar Aswad tersebut, kecuali menciumnya. Beliau tidak pernah menyembah kepada suatu apapun kecuali kepada Allah swt.

Jadi, tambahan kata ‘menyembah’ tersebut sengaja dilakukan untuk mendiskreditkan Nabi Muhammad.

Kemudian perbuatan Umar bin Khaththab untuk menyembah dan mencium Hajar Aswad itupun tidak benar. Yang benar Umar bin Khaththab hanya mencium batu tersebut, tidak menyembahnya. Hal ini sesuai dengan Hadits Bukhari nomor 830 yang bunyinya sebagai berikut:

Dari Umar ra, katanya: “Bahwasanya dia datang mendekati Hajar Aswad (batu hitam) lalu dia manciumnya. Katanya, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau ini batu yang tidak memberi mudharat dan tidak pula memberi manfaat. Jikalau tidaklah karena saya melihat Nabi saw. mencium engkau, niscaya aku tidak akan menciummu pula”.

Dalam hadits tersebut jelas tidak ada kata ‘menyembah’. Yang ada adalah kata ‘mencium’ saja. Oleh sebab itu kata ‘menyembah’ merupakan tambahan yang sengaja ditekankan agar terkesan Nabi Muhammad telah menyuruh melakukan demikian. Ini merupakan fitnah terhadap Nabi Muhammad saw. beserta ajarannya.

Sumber: “Pendeta Menghujat Muallaf Maralat”, Insan L.S. Mokoginta (Wenseslaus), FAKTA (Forum Antisipasi Kegiatan Pemurtadan), Jakarta, 1999.

Kembali

Tinggalkan komentar